Tolak ukur keberhasilan budidaya ikan adalah produksi ikan dengan pertumbuhan yang cepat dalam waktu yang singkat. Target produksi dapat berupa jumlah ikan yang dihasilkan (menghitung tingkat kelangsungan hidupnya) khususnya untuk sekuen kegiatan pembenihan dan dapat pula berupa bobot yang dihasilkan (menghitung biomassa) pada sekuen kegiatan pembesaran. Untuk mendapatkan produksi yang tinggi, maka faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan perlu dikaji. Setiap spesies ikan mempunyai kemampuan tumbuh yang berbeda-beda. Perbedaan pertumbuhan ini dapat tercermin, baik dalam laju pertumbuhannya maupun potensi tumbuh dari ikan tersebut. Perbedaan kemampuan tumbuh ikan pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan faktor genetik (gen). Ikan mempunyai gen khusus yang dapat menghasilkan organ atau sel organ tertentu dan gen umum yang memberikan turunan kepada jenisnya. Baik gen khusus maupun gen umum dari setiap ikan terdiri dari bahan kimia yaitu DNA (deoxyribonucleic acid) dan RNA (ribonucleic acid). Ekspresi dari gen-gen tersebut dan sel yang terbentuk menjadi satu paket yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan. Karakteristik genetik tertentu yang dimiliki oleh seekor ikan biasanya menyatu dengan sejumlah sifat bawaan yang mempengaruhi pertumbuhan seperti kemampuan ikan menemukan dan memanfaatkan pakan yang tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang luas. Semua hal tersebut akhirnya tercermin pada laju pertumbuhan ikan. Untuk mencapai hal tersebut, perlu dilakukan usaha-usaha yang mampu menghasilkan benih ikan unggul seperti tersebut di atas. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan rekayasa genetik melalui penerapan teknologi transgenik pada ikan. Transgenik atau teknologi DNA rekombinan (rDNA) merupakan rekayasa genetik yang memungkinkan kombinasi ulang (rekombinasi) atau penggabungan ulang gen dari sumber yang berbeda secara in vitro.
Tujuan dari transgenik ini adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan produksi. Meskipun teknologi transgenik ini memungkinkan untuk diaplikasikan dalam bidang akuakultur (budidaya perikanan), namun masih perlu dilakukan penelaahan khusus untuk mengetahui teknologi tersebut.Era teknologi DNA rekombinan yang dimulai tahun 70-an, dan sejak saat itu telah menghasilkan kemajuan dalam berbagai bidang antara lain beberapa rekombinan di bidang peternakan, farmasi, dan beberapa produk bioaktif lainnya. Di bidang perikanan, telah diproduksi ikan yang resisten terhadap pembusukan dan tahan disimpan dalam alat pendingin. Selain itu, melalui penerapan teknologi transgenik telah dihasilkan ikan-ikan teleostei dengan produksi yang tinggi. Modifikasi untuk meningkatkan laju pertumbuhan dan efisiensi konversi pakan telah dicapai pada varietas yang luas pada beberapa spesies ikan dan beberapa proses lainnya juga telah dimodifikasi sehingga menguntungkan. Sementara itu, sebagian besar penggunaan teknik untuk menghasilkan ikan transgenik diperoleh berdasarkan percobaan-percobaan yang telah dilakukan. Hal ini dimungkinkan, sesuai dengan kenyataan bahwa transgenik pada bidang akuakultur bisa lebih dikomersilkan seperti pada hewan ternak. Alasan lain yang berhubungan dengan percepatan pada ikan transgenik ini adalah berhubungan dengan kemudahan dari transfer gen yang dimasukkan. Sejak telur-telur ikan dikeluarkan ke lingkungan eksternal, maka diperlukan teknologi dan ketrampilan personal untuk memproduksi ikan transgenik, seperti fertilisasi in vitro, metode implantasi dan lain-lain. Hal ini mungkin merupakan salah satu alasan kenapa begitu banyak spesies ikan yang telah dimodifikasi secara genetik. Banyaknya telur yang dihasilkan oleh seekor ikan apabila dibandingkan dengan mamalia, menjadikan ikan-ikan lebih mudah diperoleh, dipertahankan dan dimanipulasi. Keuntungan lainnya dalam penggunaan ikan transgenik berhubungan dengan kenyataan bahwa fertilisasi seringkali dapat ditunda untuk beberapa jam tanpa ikan mengalami kerusakan. Ikan juga relatif lebih mudah untuk dipertahankan, dipacu kematangan gonadnya, dan secara umum tidak membutuhkan biaya pemeliharaan yang mahal serta pertumbuhan ukuran dapat diatur. Tetapi dapatkah teknologi trasgenik ini diterapkan pada usaha budidaya perikanan secara komersial?
Peralatan yang dibutuhkan untuk menginjeksi telur ikan dengan materi genetik asing secara relatif sangat mendasar. Pada kelompok ikan yang berbeda telah dikembangkan suatu sistem kontrol secara elektronik untuk mengantar campuran penyangga DNA ke dalam telur.Peralatan penting yang digunakan selama injeksi adalah jarum suntik mikro (mikroinjeksi). Persiapan pertama, jarum dilekatkan pada gas Hamilton tight syringe yang membawa larutan penyangga DNA yang telah dipetakan. Larutan terdiri dari DNA rekombinan yang berbeda komposisinya, akan tetapi beberapa peneliti telah menggabungkan pembuatan visualisasi tersebut untuk lebih mempermudah injeksi gen. Volume DNA yang disuntikkan ke dalam telur secara individu juga berbeda. Selanjutnya telur yang disuntikkan ditempatkan di dalam penampung telur. Letak telur diatur sehingga microphylenya berada pada sudut yang sesuai dengan jarum microinjector. Manipulasi ini dikerjakan di bawah mikroskop binokuler dengan pantulan cahaya dan alat kromatografi. Posisi awal, jarum ditempatkan ke dalam bagian micropyle kemudian disuntikkan larutan penyangga selanjutnya telur diikubasi di bawah kondisi normal. Keberhasilan prosedur mikroinjeksi telur bergantung kepada beberapa faktor termasuk di dalamnya: kualitas benih dan telur, metode pelaksanaan manipulasi, tipe penyangga injeksi yang digunakan, bentuk dari DNA, konsentrasi suntikan dan ketrampilan teknisi. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi tingkat kegagalan atau keberhasilan pasca injeksi misalnya laju kematian yang bervariasi dari satu telur salmonid pasca injeksi yang berkisar antara 30-95% (Fletcher dan Davids, 1991). Pada spesies lain, tingkat kelangsungan hidup dilaporkan oleh Dunham et al. (1992) pada channel catfish (Ictalurus punctatus) yang memperoleh tingkat kelangsungan hidup sekitar 33%. Beberapa penelitian terdahulu telah menguji pengaruh waktu injeksi terhadap tingkat kelangsungan hidup telur. Evaluasi data telah mengindikasikan bahwa terdapat hubungan langsung antara waktu injeksi dengan tingkat kelangsungan hidup telur. Sebagai contoh, Brem (1988) melaporkan bahwa tingkat kelangsungan hidup ikan Tilapia adalah 25, 52 dan 98% mengikuti mikroinjeksi telur- telur pada 0-16, 21-24 dan 40-43 jam sesudah pemijahan. Penelitian lain yang telah dilakukan adalah mengevaluasi pengaruh EDTA terhadap tingkat kelangsungan hidup telur dan dilaporkan bahwa keberadaan EDTA dapat menurunkan kelangsungan hidup terhadap telur-telur ikan cyprinid yang telah diinjeksi. Dalam hal yang sama, Penman et al. (1990) mengobservasi hasil penggunaan Tris-NaCl daripada EDTA pada ikan rainbow trout. Konsentrasi DNA yang dapat diterima melalui panampakan embrio yang berkembang bervariasi dengan spesies yang berbeda. Sebagai contoh : mortalitas pada zebrafish mendekati 100% mengikuti injeksi 50 pg DNA (Stuart et al., 1988). Dalam hal yang berbeda, telur-telur ikan salmon nampak lebih sehat, dan dapat menerima injeksi 200 pg DNA/telur (Fletcher dan Davis, 1991). Sebagian besar peneliti mengindikasikan bahwa penyuntikan DNA adalah persisten dan secara cepat mengalami replikasi selama proses embriogenesis. Hal ini dapat terjadi, meskipun ketika DNA tidak bergabung ke dalam genom, tetapi berada dalam suatu posisi kromosom ekstra. Dalam kenyataannya, opini umum mengesankan bahwa sebagian besar injeksi DNA ke dalam telur berada sebagai unit fungsional ekstra kromosom untuk memperpanjang periode waktu. Sebagai akibat dari fenomena ini, adalah untaian-untaian DNA tidak didistribusikan seluruhnya pada semua jaringan seperti pada mosaicism (pola) yang berkembang.
Masalah utama dengan posisi kromosom ekstra berhubungan dengan pengaruh DNA yang terselubung, hal ini bergantung kepada kemampuan untuk mendeteksi genomic DNA bahwa DNA yang diinjeksikan telah berinkorporasi ke dalam genom ikan. Beberapa studi menggambarkan transfer DNA yang telah diinjeksikan ke dalam anak (keturunan) menghasilkan pola atau bentuk dalam garis induk yang bervariasi dalam persentase generasi F2 yang membawa DNA asing. Dengan demikian, sifat kehati-hatian harus dijalankan dalam mengevaluasi transmisi gen pada level F2. Jika tidak, tranmisi kuman dari gen-gen yang dimasukkan dapat muncul pada ikan, dengan proporsi individu transgenik diantara keturunan dilaporkan bervariasi antara 1-50%. Semua gen menyampaikan informasi di bawah kontrol dari untaian DNA. Semua gen-gen eukaryotik memiliki urutan promoter yang memungkinkan terjadinya transkripsi yang tepat (transfer informasi dari DNA ke dalam molekul RNA). Banyak diantara gen-gen tersebut memiliki untaian khusus yang dapat ditingkatkan untuk mengontrol laju kecepatan transkripsi yang terus menerus. Pembangkit tersebut dapat meningkatkan aktivitas gen beberapa ratus kali. Gen-gen dapat menyambung dengan kisaran yang luas dari promoter, yang seringkali digunakan secara eksprimen yaitu gen metallothionin promoter. Kelemahanan dari promoter khusus ini, berhubungan dengan kenyataan bahwa aktivasinya bergantung kepada logam berat. Tetapi ada berbagai promoter yang menguntungkan berasal dari mamalia dan ikan-ikan teleostei dan telah tersedia. Dengan demikian, teknologi transgenik dapat diaplikasikan dalam industri akuakultur dengan menggunakan untaian promoter enhancer yang homolog.
Keuntungan dan produksi ikan transgenik
Laju pertumbuhan
Teknologi manipulasi gen untuk meningkatkan laju pertumbuhan ikan potensial untuk diaplikasikan dalam industri akuakultur. Peningatan karakteristik pertumbuhan ikan telah dicapai melalui seleksi alami. Efek dramatis terhadap pertumbuhan telah dihasilkan melalui injeksi gen hormon pertumbuhan (growth hormone, GH). Produksi Hormon pertumbuhan pada ikan transgenik telah diproduksi dengan teknik pemurnian, meskipun masih sebatas uji coba. Akan tetapi, dengan perbaikan teknik dan penambahan pengalaman dalam metode insersi gen, telah diproduksi berbagai spesies ikan yang pertumbuhannya cepat. Keberhasilan penerapan teknologi transgenik ini bergantung kepada transfer gen yang diekspresikan dan diwariskan dengan cara yang stabil serta dapat dipridiksi. Teknologi transgenik dapat menyediakan produksi rata-rata bagi “designer fish” untuk pangsa pasar, percepatan penampakan luar dari ikan, tekstur dagingnya, rasa, warna dan komposisi. Calon gen lain yang memberikan keuntungan pada pertumbuhan ikan termasuk pengaturan pertumbuhan adalah pengkodean untuk pelepasan hormon pertumbuhan dan insulin sebagai faktor pertumbuhan (Fletcher dan David, 1991).
Nutrisi
Budidaya ikan bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan. Salah satu pendekatan untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui peningkatan efisiensi pemanfaatan pakan. Semakin efisien penggunaan pakan oleh ikan maka peluang tercapainya keuntungan akan lebih besar, hal ini didasarkan atas kenyataan saat ini bahwa biaya pakan pada budidaya ikan dapat melbihi 50% dari biaya produksi. Pengaturan nutrisi pada ikan budidaya berkaitan dengan pentingnya mengubah kapasitas pencernaan ikan seperti kemampuan untuk meningkatkan kecernaan karbohidrat dan protein nabati. Hasil penelitian yang telah dilakukan pada ikan-ikan teleostei memberikan sumbangan yang berarti. Hal ini memungkinkan pemberian ijin kepada para pengusaha industri pakan untuk menggunakan komponen pakan yang sedikit lebih rendah kualitasnya. Seperti halnya pada ekspresi enzim phytase dalam ikan-ikan budidaya yang memungkinkan peningkatan kemampuan mencerna posfor asam phytic (Mayer dan McLean, 1994) yang memungkinkan penggabungan protein nabati dalam pakan, dengan konsekwensi dapat mengurangi bahan pencemar yang mengandung posfor. Masalah utama yang berhubungan dengan studi teknologi transgenik pada ikan sampai saat ini berhubungan dengan jumlah dan jenis-jenis ikan yang diuji. Salah satu pembatas studi utama berasal dari efisiensi konversi pakan sepanjang siklus hidup ikan. Pemasukan dari konstruksi gen kepada ikan dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap efisiensi konversi pakan. Keuntungan-keuntungan dari teknik ini bervariasi pada berbagai spesies ikan.
Kontrol penyakit
Pada budidaya ikan secara intensif resiko penyakit akan muncul. Munculnya penyakit tersebut seringkali dihubungkan dengan stress. Untuk mengatasi masalah tersebut dua strategi yang dapat diterapkan yaitu dengan memperhatikan modifikasi secara genetik ikan-ikan yang resisten terhadap penyakit dan aleviasi stress di bawah kondisi budidaya intesif. Teknologi transgenik atau DNA rekombinan telah memberikan pengaruh dalam mengontrol penyakit pada ikan-ikan, dengan hasil rekombinasi beberapa vaksin secara viral. Dasar genetik dari pertahanan stress pada organisme air sama. Namun demikian, ikan mempunyai ciri-ciri spesifik untuk meningkatkan ketahanannya terhadap stress yang secara genetik dapat diidentifikasi. Beberapa hasil penelitian terdahulu telah berhasil mengidentifikasi lysozyme pada ikan trout (Oncorhynchus mykiss) yang 15 kali lebih aktif dibanding yang ditemukan pada ikan salmon Atlantik (Salmo salar) (Grinde, 1988). Oleh karena produksi lysozyme bertindak dikontrol oleh gen tunggal, maka melalui tahapan yang jelas gen ini akan dapat diisolasi dan menghasilkan ikan transgenik yang lebih kuat lysozymnya. Dengan demikian, penerapan teknologi transgenik dimungkinkan untuk mengkonversi resistensi penyakit pada sebagian besar spesies ikan. Hal ini dapat ditingkatkan melalui manipulasi secara langsung pada sistem kekebalan ikan.
Pada budidaya ikan secara intensif resiko penyakit akan muncul. Munculnya penyakit tersebut seringkali dihubungkan dengan stress. Untuk mengatasi masalah tersebut dua strategi yang dapat diterapkan yaitu dengan memperhatikan modifikasi secara genetik ikan-ikan yang resisten terhadap penyakit dan aleviasi stress di bawah kondisi budidaya intesif. Teknologi transgenik atau DNA rekombinan telah memberikan pengaruh dalam mengontrol penyakit pada ikan-ikan, dengan hasil rekombinasi beberapa vaksin secara viral. Dasar genetik dari pertahanan stress pada organisme air sama. Namun demikian, ikan mempunyai ciri-ciri spesifik untuk meningkatkan ketahanannya terhadap stress yang secara genetik dapat diidentifikasi. Beberapa hasil penelitian terdahulu telah berhasil mengidentifikasi lysozyme pada ikan trout (Oncorhynchus mykiss) yang 15 kali lebih aktif dibanding yang ditemukan pada ikan salmon Atlantik (Salmo salar) (Grinde, 1988). Oleh karena produksi lysozyme bertindak dikontrol oleh gen tunggal, maka melalui tahapan yang jelas gen ini akan dapat diisolasi dan menghasilkan ikan transgenik yang lebih kuat lysozymnya. Dengan demikian, penerapan teknologi transgenik dimungkinkan untuk mengkonversi resistensi penyakit pada sebagian besar spesies ikan. Hal ini dapat ditingkatkan melalui manipulasi secara langsung pada sistem kekebalan ikan.
Teknologi transgenik dalam bidang akuakultur di masa mendatang memiliki prospek yang sangat cerah terutama dalam memproduksi benih ikan-ikan yang memiliki potensi tumbuh, seperti : efisiensi pemanfaatan pakan yang tinggi, ketahanan terhadap stress dan penyakit, dan mampu beradaptasi pada perubahan lingkungan yang luas. Kesemua hal tersebut sangat menunjang dalam upaya peningkatan produksi ikan-ikan budidaya. Dalam rangka pengaplikasian teknologi transgenik ini pada usaha budidaya perikanan secara komersial yang bertujuan untuk mengoptimalkan produksi, maka masih perlu dilakukan pengkajian-pengkajian yang berkaitan dengan manipulasi gen yang berperanan dalam pertumbuhan ikan. Selain itu, juga perlu dilakukan pengkajian tentang dampak mengkonsumsi ikan transgenik bagi kesehatan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar